Semantik dan Pragmatik
Ruang lingkup pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia
saat ini mempunyai daya tarik yang tinggi untuk ditelaah. Berbagai aspek bisa
dijadikan objek penilitian. Mulai dari materi yang diajarakan atau dari standar
kompetensi hingga kurikulum pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia. Kata
semantik sebenarnya merupakan istilah teknis yang mengacu pada studi tentang
makna. Istilah ini merupakan istilah baru dalam bahasa Inggris. Para ahli
bahasa memberikan pengertian semantik sebagai cabang ilmu bahasa yang
mempelajari hubungan antara tanda-tanda linguistik atau tanda-tanda lingual
dengan hal-hal yang ditandainya (makna). Sedangkan pragmatik secara istilah
menurut Yule (1996: 3), menyebutkan empat definisi pragmatik, yaitu (1) bidang
yang mengkaji makna pembicara; (2) bidang yang mengkaji makna menurut
konteksnya; (3) bidang yang, melebihi kajian tentang makna yang diujarkan,
mengkaji makna yang dikomunikasikan atau terkomunikasikan oleh pembicara; dan
(4) bidang yang mengkaji bentuk ekspresi menurut jarak sosial yang membatasi
partisipan yang terlibat dalam percakapan tertentu.
Pengertian
Semantik
Lehrer (1974:1) mengatakan bahwa semantik adalah studi
tentang makna (lihat juga Lyons 1, 1977:1), bagi Lehrer semantik merupakan
bidang kajian yang sangat luas karena turut menyinggung aspek-aspek struktur
dan fungsi bahasa sehingga dapat dihubungkan dengan psikologi, filsafat, dan
antropologi. Pendapat yang berbunyi “semantic adalah studi tentang makna”
dikemukakan pula oleh Kambartel (dalam Bauerle, 1979:195). Menurutnya semantik
mengasumsikan bahwa bahasa terdiri dari struktur yang menampakkan makna apabila
dihubungkan dengan objek dalam pengalaman dunia manusia. Sedangkan Verhaar
(1983:124) mengatakan bahwa semantik berarti teori makna atau teori arti.
Batasan yang hampir sama ditemukan pula dalam Ensiklopedia Britanika
(Encyclopaedia Britanica, Vol. 20, 1965:313) yang terjemahannya “Semantik
adalah studi tentang hubungan antara suatu pembeda linguistic dengan hubungan
proses mental atau simbol dalam aktifitas bicara.” Soal makna menjadi urusan
semantik. Berdasarkan penjelasan ini dapat disimpulkan bahwa semantik adalah
subdisiplin linguistik yang membicarakan makna. Dengan kata lain semantik
berobjekkan makna.
Pengertian Pragmatik
Para pakar
pragmatik mendefinisikan istilah ini secara berbeda-beda. Yule (1996: 3),
misalnya, menyebutkan empat definisi pragmatik, yaitu (1) bidang yang mengkaji
makna pembicara; (2) bidang yang mengkaji makna menurut konteksnya; (3) bidang
yang, melebihi kajian tentang makna yang diujarkan, mengkaji makna yang
dikomunikasikan atau terkomunikasikan oleh pembicara; dan (4) bidang yang
mengkaji bentuk ekspresi menurut jarak sosial yang membatasi partisipan yang
terlibat dalam percakapan tertentu.
Thomas (1995: 2) menyebut dua
kecenderungan dalam pragmatik terbagi menjadi dua bagian, pertama, dengan
menggunakan sudut pandang sosial, menghubungkan pragmatik dengan makna
pembicara (speaker meaning); dan kedua, dengan menggunakan sudut pandang
kognitif, menghubungkan pragmatik dengan interpretasi ujaran (utterance
interpretation). Selanjutnya Thomas (1995: 22), dengan mengandaikan bahwa
pemaknaan merupakan proses dinamis yang melibatkan negosiasi antara pembicara
dan pendengar serta antara konteks ujaran (fisik, sosial, dan linguistik) dan
makna potensial yang mungkin dari sebuah ujaran ujaran, mendefinisikan
pragmatik sebagai bidang yang mengkaji makna dalam interaksi (meaning in
interaction).
DESKRIPSI
SEMANTIK
Kempson (dalam Aarts dan Calbert, 1979:1)
berpendapat, ada empat syarat yang harus dipenuhi untuk mendeskripsikan
semantik. Keempat syarat itu adalah: 1. Teori itu harus dapat meramalkan makna
setiap satuan yang muncul yang didasarkan pada satuan leksikal yang membentuk
kalimat. 2. Teori itu harus merupakan seperangkat kaidah. 3. Tori itu harus
membedakan kalimat yang secara gramatikal benar dan yangt tidak dilihat dari
segi semantik. 4. Teori tersebut dapat meramalkan makna yang berhubungan dengan
antonym, kontradiksi, sinonim.
Dalam kaitannya dengan semiotik, Morris (1983) (dalam
Levinson, 1983:1) mengemukakan tiga subbagian yang perlu dikaji, yakni : (i)
Sintaksis (syntactic) yang mempelajari hubungan formal antara tanda dengan
tanda yang lain (ii) Semantik (semantics), yakni studi tentang hubungan tanda
dengan objek, (iii) Pragmatik (pragmatics), yakni studi tentang hubungan tanda
dalam pemakaian. Manusia berkomunikasi melalui kalimat. Kalimat yang
berunsurkan kata dan unsur suprasegmental dibebani unsure yang disebut makna,
baik makna gramatikal maupun makna leksikal, yang semuanya harus ditafsirkan
atau dimaknakan dalam pemakaian bahasa.
Diantara pembicara dan pendengar pun terdapat unsure
yang kadang-kadang tidak menampak dalam ujaran. Ujaran yang berbunyi, “Saya
marah, Saudara!” terlalu banyak perlu dipersoalkan; misalnya, mengapa ia
memarahi saya; apakah karena tidak meminjami uang lalu ia memarahi saya? Dan
apakah akibat kemarahan itu? Kelihatannya tidak mudah mendeskripsikan semantik.
Untunglah hal yang dideskripsikan masih berada di dalam ruang lingkup jangkauan
manusia.
Deskripsi Pragmatik
Mey (1998), seperti dikutip oleh Gunarwan (2004: 5),
mengungkapkan bahwa pragmatik tumbuh dan berkembang dari empat kecenderungan
atau tradisi, yaitu: (1) kecenderungan antisintaksisme; (2) kecenderungan
sosial-kritis; (3) tradisi filsafat; dan (4) tradisi etnometodologi.
Kecenderungan yang pertama, yang dimotori oleh George
Lakoff dan H. John Robert Ross, menolak pandangan sintaksisme Chomsky, yaitu
bahwa dalam kajian bahasa yang sentral adalah sintaksis, dan bahwa fonologi,
morfologi, dan semantik bersifat periferal. Menurut Lakoff dan Ross, keapikan
sintaksis (well-formedness) bukanlah segalanya, sebab, seperti sering
kita jumpai, komunikasi tetap dapat berjalan dengan penggunaan bentuk yang
tidak apik secara sintaksis (ill-formed), bahkan semantik (Gunarwan
2004: 6).
Kecenderungan kedua, yang tumbuh di Eropa, tepatnya di
Britania, Jerman, dan Skandinavia (Mey 1998: 717 (dalam Gunarwan 2004: 6)),
muncul dari keperluan terhadap ilmu bahasa yang secara sosial relevan, bukan
yang sibuk dengan deskripsi bahasa semata-mata secara mandiri.
Tradisi yang ketiga, yang dipelopori oleh Bertrand
Russell, Ludwig Wittgenstein, dan terutama John L. Austin dan John R. Searle, adalah
tradisi filsafat. Para pakar tersebut mengkaji bahasa, termasuk penggunaannya,
dalam kaitannya dengan logika. Leech (1983: 2), seperti dikutip Gunarwan (2004:
7), mengemukakan bahwa pengaruh para filsuf bahasa, misalnya Austin, Searle,
dan Grice, dalam pragmatik lebih besar daripada pengaruh Lakoff dan Ross.
Tradisi yang keempat adalah tradisi tradisi
etnometodologi, yaitu cabang sosiologi yang mengkaji cara para anggota
masyarakat tutur (speech community) mangorganisasi dan memahami kegiatan
mereka. Dalam etnometodologi, bahasa dikaji bukan berdasarkan aspek
kegramatikalannya, melainkan berdasarkan cara para peserta interaksi saling
memahami apa yang mereka ujarkan. Dengan kata lain, kajian bahasa dalam
etnometodologi lebih ditekankan pada komunikasi, bukan tata bahasa (Gunarwan
2004: 6).
PERBEDAAN SEMANTIK DAN PRAGMATIK
Ø SEMANTIK
Semantik (Bahasa Yunani: semantikos, memberikan tanda,
penting, dari kata sema, tanda) adalah cabang linguistik yang mempelajari makna
yang terkandung pada suatu bahasa, kode, atau jenis representasi lain. Kata
kerjanya adalah‘semaino’ yang berarti ‘menandai’atau ‘melambangkan’. Yang
dimaksud tanda atau lambang disini adalah tanda-tanda linguistik (Perancis :
signé linguistique).
Menurut Ferdinand de Saussure, tanda
lingustik terdiri atas komponen yang menggantikan, yang berwujud bunyi bahasa,
dan komponen yang diartikan atau makna dari komopnen pertama. Kedua komponen
ini adalah tanda atau lambang, sedangkan yang ditandai atau dilambangkan adaah
sesuatu yang berada di luar bahasa, atau yang lazim disebut sebagai
referent/acuan/hal yang ditunjuk. Jadi, semantik adalah Ilmu yang mempelajari
hubungan antara tanda-tanda linguistik dengan hal-hal yang ditandainya; atau
salah satu cabang linguistik yang mengkaji tentang makna bahasa (Hurford,
1984:1).
Ø PRAGMATIK
Pragmatik adalah kajian tentang hubungan antara bahasa
dengan konteks ditatabahasakan atau yang dikodekan pada struktur bahasa
(Pragmatics is the study of those relations between language and context that
are grammaticalized, or encoded in the structure of a language) (Levinson,
1985: 9). Dengan kata lain, pragmatik adalah studi tentang penggunaan bahasa
dalam konteks. Pragmatik berfokus pada bagaimana penutur atau penulis
menggunakan pengetahuan mereka untuk menyatakan suatu makna (Bloomer, 2005:78).
0 komentar:
Posting Komentar