Home » » Semantik dan Pragmatik

Semantik dan Pragmatik

Written By Unknown on Jumat, 23 Mei 2014 | 20.57



Semantik dan Pragmatik


Ruang lingkup pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia saat ini mempunyai daya tarik yang tinggi untuk ditelaah. Berbagai aspek bisa dijadikan objek penilitian. Mulai dari materi yang diajarakan atau dari standar kompetensi hingga kurikulum pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia. Kata semantik sebenarnya merupakan istilah teknis yang mengacu pada studi tentang makna. Istilah ini merupakan istilah baru dalam bahasa Inggris. Para ahli bahasa memberikan pengertian semantik sebagai cabang ilmu bahasa yang mempelajari hubungan antara tanda-tanda linguistik atau tanda-tanda lingual dengan hal-hal yang ditandainya (makna). Sedangkan pragmatik secara istilah menurut Yule (1996: 3), menyebutkan empat definisi pragmatik, yaitu (1) bidang yang mengkaji makna pembicara; (2) bidang yang mengkaji makna menurut konteksnya; (3) bidang yang, melebihi kajian tentang makna yang diujarkan, mengkaji makna yang dikomunikasikan atau terkomunikasikan oleh pembicara; dan (4) bidang yang mengkaji bentuk ekspresi menurut jarak sosial yang membatasi partisipan yang terlibat dalam percakapan tertentu.

Pengertian Semantik
Lehrer (1974:1) mengatakan bahwa semantik adalah studi tentang makna (lihat juga Lyons 1, 1977:1), bagi Lehrer semantik merupakan bidang kajian yang sangat luas karena turut menyinggung aspek-aspek struktur dan fungsi bahasa sehingga dapat dihubungkan dengan psikologi, filsafat, dan antropologi. Pendapat yang berbunyi “semantic adalah studi tentang makna” dikemukakan pula oleh Kambartel (dalam Bauerle, 1979:195). Menurutnya semantik mengasumsikan bahwa bahasa terdiri dari struktur yang menampakkan makna apabila dihubungkan dengan objek dalam pengalaman dunia manusia. Sedangkan Verhaar (1983:124) mengatakan bahwa semantik berarti teori makna atau teori arti. Batasan yang hampir sama ditemukan pula dalam Ensiklopedia Britanika (Encyclopaedia Britanica, Vol. 20, 1965:313) yang terjemahannya “Semantik adalah studi tentang hubungan antara suatu pembeda linguistic dengan hubungan proses mental atau simbol dalam aktifitas bicara.” Soal makna menjadi urusan semantik. Berdasarkan penjelasan ini dapat disimpulkan bahwa semantik adalah subdisiplin linguistik yang membicarakan makna. Dengan kata lain semantik berobjekkan makna.

Pengertian Pragmatik
       Para pakar pragmatik mendefinisikan istilah ini secara berbeda-beda. Yule (1996: 3), misalnya, menyebutkan empat definisi pragmatik, yaitu (1) bidang yang mengkaji makna pembicara; (2) bidang yang mengkaji makna menurut konteksnya; (3) bidang yang, melebihi kajian tentang makna yang diujarkan, mengkaji makna yang dikomunikasikan atau terkomunikasikan oleh pembicara; dan (4) bidang yang mengkaji bentuk ekspresi menurut jarak sosial yang membatasi partisipan yang terlibat dalam percakapan tertentu.
       Thomas (1995: 2) menyebut dua kecenderungan dalam pragmatik terbagi menjadi dua bagian, pertama, dengan menggunakan sudut pandang sosial, menghubungkan pragmatik dengan makna pembicara (speaker meaning); dan kedua, dengan menggunakan sudut pandang kognitif, menghubungkan pragmatik dengan interpretasi ujaran (utterance interpretation). Selanjutnya Thomas (1995: 22), dengan mengandaikan bahwa pemaknaan merupakan proses dinamis yang melibatkan negosiasi antara pembicara dan pendengar serta antara konteks ujaran (fisik, sosial, dan linguistik) dan makna potensial yang mungkin dari sebuah ujaran ujaran, mendefinisikan pragmatik sebagai bidang yang mengkaji makna dalam interaksi (meaning in interaction).

DESKRIPSI SEMANTIK
 Kempson (dalam Aarts dan Calbert, 1979:1) berpendapat, ada empat syarat yang harus dipenuhi untuk mendeskripsikan semantik. Keempat syarat itu adalah: 1. Teori itu harus dapat meramalkan makna setiap satuan yang muncul yang didasarkan pada satuan leksikal yang membentuk kalimat. 2. Teori itu harus merupakan seperangkat kaidah. 3. Tori itu harus membedakan kalimat yang secara gramatikal benar dan yangt tidak dilihat dari segi semantik. 4. Teori tersebut dapat meramalkan makna yang berhubungan dengan antonym, kontradiksi, sinonim.
Dalam kaitannya dengan semiotik, Morris (1983) (dalam Levinson, 1983:1) mengemukakan tiga subbagian yang perlu dikaji, yakni : (i) Sintaksis (syntactic) yang mempelajari hubungan formal antara tanda dengan tanda yang lain (ii) Semantik (semantics), yakni studi tentang hubungan tanda dengan objek, (iii) Pragmatik (pragmatics), yakni studi tentang hubungan tanda dalam pemakaian. Manusia berkomunikasi melalui kalimat. Kalimat yang berunsurkan kata dan unsur suprasegmental dibebani unsure yang disebut makna, baik makna gramatikal maupun makna leksikal, yang semuanya harus ditafsirkan atau dimaknakan dalam pemakaian bahasa.
Diantara pembicara dan pendengar pun terdapat unsure yang kadang-kadang tidak menampak dalam ujaran. Ujaran yang berbunyi, “Saya marah, Saudara!” terlalu banyak perlu dipersoalkan; misalnya, mengapa ia memarahi saya; apakah karena tidak meminjami uang lalu ia memarahi saya? Dan apakah akibat kemarahan itu? Kelihatannya tidak mudah mendeskripsikan semantik. Untunglah hal yang dideskripsikan masih berada di dalam ruang lingkup jangkauan manusia.

Deskripsi Pragmatik
Mey (1998), seperti dikutip oleh Gunarwan (2004: 5), mengungkapkan bahwa pragmatik tumbuh dan berkembang dari empat kecenderungan atau tradisi, yaitu: (1) kecenderungan antisintaksisme; (2) kecenderungan sosial-kritis; (3) tradisi filsafat; dan (4) tradisi etnometodologi.
Kecenderungan yang pertama, yang dimotori oleh George Lakoff dan H. John Robert Ross, menolak pandangan sintaksisme Chomsky, yaitu bahwa dalam kajian bahasa yang sentral adalah sintaksis, dan bahwa fonologi, morfologi, dan semantik bersifat periferal. Menurut Lakoff dan Ross, keapikan sintaksis (well-formedness) bukanlah segalanya, sebab, seperti sering kita jumpai, komunikasi tetap dapat berjalan dengan penggunaan bentuk yang tidak apik secara sintaksis (ill-formed), bahkan semantik (Gunarwan 2004: 6).
Kecenderungan kedua, yang tumbuh di Eropa, tepatnya di Britania, Jerman, dan Skandinavia (Mey 1998: 717 (dalam Gunarwan 2004: 6)), muncul dari keperluan terhadap ilmu bahasa yang secara sosial relevan, bukan yang sibuk dengan deskripsi bahasa semata-mata secara mandiri.
Tradisi yang ketiga, yang dipelopori oleh Bertrand Russell, Ludwig Wittgenstein, dan terutama John L. Austin dan John R. Searle, adalah tradisi filsafat. Para pakar tersebut mengkaji bahasa, termasuk penggunaannya, dalam kaitannya dengan logika. Leech (1983: 2), seperti dikutip Gunarwan (2004: 7), mengemukakan bahwa pengaruh para filsuf bahasa, misalnya Austin, Searle, dan Grice, dalam pragmatik lebih besar daripada pengaruh Lakoff dan Ross.
Tradisi yang keempat adalah tradisi tradisi etnometodologi, yaitu cabang sosiologi yang mengkaji cara para anggota masyarakat tutur (speech community) mangorganisasi dan memahami kegiatan mereka. Dalam etnometodologi, bahasa dikaji bukan berdasarkan aspek kegramatikalannya, melainkan berdasarkan cara para peserta interaksi saling memahami apa yang mereka ujarkan. Dengan kata lain, kajian bahasa dalam etnometodologi lebih ditekankan pada komunikasi, bukan tata bahasa (Gunarwan 2004: 6).

PERBEDAAN SEMANTIK DAN PRAGMATIK
Ø  SEMANTIK
Semantik (Bahasa Yunani: semantikos, memberikan tanda, penting, dari kata sema, tanda) adalah cabang linguistik yang mempelajari makna yang terkandung pada suatu bahasa, kode, atau jenis representasi lain. Kata kerjanya adalah‘semaino’ yang berarti ‘menandai’atau ‘melambangkan’. Yang dimaksud tanda atau lambang disini adalah tanda-tanda linguistik (Perancis : signé linguistique).
Menurut Ferdinand de Saussure, tanda lingustik terdiri atas komponen yang menggantikan, yang berwujud bunyi bahasa, dan komponen yang diartikan atau makna dari komopnen pertama. Kedua komponen ini adalah tanda atau lambang, sedangkan yang ditandai atau dilambangkan adaah sesuatu yang berada di luar bahasa, atau yang lazim disebut sebagai referent/acuan/hal yang ditunjuk. Jadi, semantik adalah Ilmu yang mempelajari hubungan antara tanda-tanda linguistik dengan hal-hal yang ditandainya; atau salah satu cabang linguistik yang mengkaji tentang makna bahasa (Hurford, 1984:1).
Ø  PRAGMATIK
Pragmatik adalah kajian tentang hubungan antara bahasa dengan konteks ditatabahasakan atau yang dikodekan pada struktur bahasa (Pragmatics is the study of those relations between language and context that are grammaticalized, or encoded in the structure of a language) (Levinson, 1985: 9). Dengan kata lain, pragmatik adalah studi tentang penggunaan bahasa dalam konteks. Pragmatik berfokus pada bagaimana penutur atau penulis menggunakan pengetahuan mereka untuk menyatakan suatu makna (Bloomer, 2005:78).





Share this article :

0 komentar:

 
Support : Your Link | Your Link | Your Link
Copyright © 2013. www.masteratok.ml - All Rights Reserved
Template Created by Creating Website Published by Mas Template
Proudly powered by Blogger